Hari ini gue lagi mulai beres-beresin file-file di laptop dan hard disk. Mann, banyak banget filenya XD Si bodoh lagi-lagi berbuat konyol dengan membiarkan waktu mengendap begitu lama untuk merapikan ini semua… hehehe…
Gue memang tipe orang yang melankolis dan suka menyimpan kenangan. Beda banget sama nyokap yang efisien dan ringkas, gue suka menyimpan hal-hal konyol, koleksi tiket nonton di 21, tisu bertulisan tangan cowok yang pernah gue suka, termasuk file-file digital dari orang-orang yang gue favoritin. Yah, tentunya bukan seperti si artis bikin heboh itu lah, jenis file2 digitalnya, sakit jiwa apa… tapi hal-hal kecil, memento, surat-surat yang pernah gue kirim, sms… (seriously!), dst dst.
Nah, dalam dua kisah cinta besar yang pernah gue alami, bisa gue ambil kesimpulan, ketika putusnya baik-baik, mengenangnya kembali bikin hati tenang. Untungnya sampai sekarang pun kalau ketemu sama orangnya, gak masalah, dan bisa jadi temen normal lagi. Nah, kalau putusnya jelek, penuh degradasi diri sendiri dan bikin lo jatuh terpeleset, terpental dan sulit bangkit, mengingatnya kembali bikin gak enak hati sendiri. Bahkan sampai sekarang pun, gue gak berminat ketemu lagi. Rasanya, ya sudahlah, gue cukup tahu dia baik-baik saja di dunia, tapi gue gak perlu harus bertemu langsung atau kontak dengan cara apa pun. Makasih banyak, tapi gue masih sayang sama diri sendiri juga :P
Gue gak sengaja ngecek-ngecek file untuk dikategorikan, dan baca salah satu surat yang pernah gue tulis. Dan rasanya, setelah selesai baca, gue pengen banget memeluk diri gue sendiri dua tahun lalu itu, erat-erat, dan bilang, semuanya bakal baik-baik saja. Hati lu bakal sembuh, dan lu bakal menemukan kebahagiaan yang berlipat ganda. Teman-teman yang bikin lo ketawa, bahagianya ngerasain punya duit sendiri (gue tau ini konyol, tapi bisa jajan pake duit sendiri itu rasanya lega… hahaha), dan yang paling penting, rasa bahagia di hati.
Ada beberapa orang yang bisa membaca makna dari tulisan-tulisan gue. Dulu waktu gue masih di ITB, a great reader of my writings said bahwa gue seringnya mengungkapkan kegelisahan dan kerinduan untuk ‘dipapah’ dalam hidup. In a good way, of course. Tapi gue paham maksudnya, betapa gue saat itu begitu menggebu-gebu untuk menemukan ‘the one’ dan merelakan diri gue untuk merasakan semua susah dan rasa tak senang agar si orang yang gue suka bahagia.
Tapi, saat temen gue yang lain berkomentar tentang tulisan-tulisan gue sekarang, dia bilang, tulisan gue ‘are infused with happiness’.
Dan gue bakal jujur, bahwa gue gak selalu merasa bahagia, itu pasti. Ada saatnya ketika gue down, gelisah, bingung mencari arah, tapi akhir-akhir ini, rasanya perasaan gue lebih didominasi dengan hal-hal yang bahagia, dan membahagiakan. Nge-fans sama orang-orang lucu nan pintar nan baik hati nan punya senyum-senyum termanis di dunia. Nge-fans sama obrolan-obrolan panjang tentang hal-hal yang bikin semangat dalam menjalani hidup. Lagu-lagu yang mellow pun berkurang dan digantikan oleh these happy toned, positively charged songs.
The world my revolved around me with this energy of negativity, they say. But for my own little world, I’m making a palace of happiness. Of simplicity. Of making the best out of anything. And all of you are invited in J