Thursday, October 28, 2010

Hush, Don't You Cry :)

Hari ini gue lagi mulai beres-beresin file-file di laptop dan hard disk. Mann, banyak banget filenya XD Si bodoh lagi-lagi berbuat konyol dengan membiarkan waktu mengendap begitu lama untuk merapikan ini semua… hehehe…

Gue memang tipe orang yang melankolis dan suka menyimpan kenangan. Beda banget sama nyokap yang efisien dan ringkas, gue suka menyimpan hal-hal konyol, koleksi tiket nonton di 21, tisu bertulisan tangan cowok yang pernah gue suka, termasuk file-file digital dari orang-orang yang gue favoritin. Yah, tentunya bukan seperti si artis bikin heboh itu lah, jenis file2 digitalnya, sakit jiwa apa… tapi hal-hal kecil, memento, surat-surat yang pernah gue kirim, sms… (seriously!), dst dst.

Nah, dalam dua kisah cinta besar yang pernah gue alami, bisa gue ambil kesimpulan, ketika putusnya baik-baik, mengenangnya kembali bikin hati tenang. Untungnya sampai sekarang pun kalau ketemu sama orangnya, gak masalah, dan bisa jadi temen normal lagi. Nah, kalau putusnya jelek, penuh degradasi diri sendiri dan bikin lo jatuh terpeleset, terpental dan sulit bangkit, mengingatnya kembali bikin gak enak hati sendiri. Bahkan sampai sekarang pun, gue gak berminat ketemu lagi. Rasanya, ya sudahlah, gue cukup tahu dia baik-baik saja di dunia, tapi gue gak perlu harus bertemu langsung atau kontak dengan cara apa pun. Makasih banyak, tapi gue masih sayang sama diri sendiri juga :P

Gue gak sengaja ngecek-ngecek file untuk dikategorikan, dan baca salah satu surat yang pernah gue tulis. Dan rasanya, setelah selesai baca, gue pengen banget memeluk diri gue sendiri dua tahun lalu itu, erat-erat, dan bilang, semuanya bakal baik-baik saja. Hati lu bakal sembuh, dan lu bakal menemukan kebahagiaan yang berlipat ganda. Teman-teman yang bikin lo ketawa, bahagianya ngerasain punya duit sendiri (gue tau ini konyol, tapi bisa jajan pake duit sendiri itu rasanya lega… hahaha), dan yang paling penting, rasa bahagia di hati.

Ada beberapa orang yang bisa membaca makna dari tulisan-tulisan gue. Dulu waktu gue masih di ITB, a great reader of my writings said bahwa gue seringnya mengungkapkan kegelisahan dan kerinduan untuk ‘dipapah’ dalam hidup. In a good way, of course. Tapi gue paham maksudnya, betapa gue saat itu begitu menggebu-gebu untuk menemukan ‘the one’ dan merelakan diri gue untuk merasakan semua susah dan rasa tak senang agar si orang yang gue suka bahagia.

Tapi, saat temen gue yang lain berkomentar tentang tulisan-tulisan gue sekarang, dia bilang, tulisan gue ‘are infused with happiness’.

Dan gue bakal jujur, bahwa gue gak selalu merasa bahagia, itu pasti. Ada saatnya ketika gue down, gelisah, bingung mencari arah, tapi akhir-akhir ini, rasanya perasaan gue lebih didominasi dengan hal-hal yang bahagia, dan membahagiakan. Nge-fans sama orang-orang lucu nan pintar nan baik hati nan punya senyum-senyum termanis di dunia. Nge-fans sama obrolan-obrolan panjang tentang hal-hal yang bikin semangat dalam menjalani hidup. Lagu-lagu yang mellow pun berkurang dan digantikan oleh these happy toned, positively charged songs.

The world my revolved around me with this energy of negativity, they say. But for my own little world, I’m making a palace of happiness. Of simplicity. Of making the best out of anything. And all of you are invited in J

Friday, October 22, 2010

In front of the screens

Sitting in front of my laptop and the big screen of the PC at my home. Finishing three short essays. Starting some ideas on a special project. A bit kuch kuch ho ta hai for a result of an interview. Kangen whoever aa it is out there somewhere, and sending him some telepathy, I want to see you with the brightest smile ever on my face.

Feeling fine doing things I am doing.

:)

Thursday, October 21, 2010

Kapan nikah? Kapan nikah? Kapan nikah?

Sejujurnya, ketika gue berusaha melihat posisi perempuan di mata budaya Indonesia sekarang, posisinya ya agak-agak serba salah juga ya? Gue entah kenapa merasa tumbuh dan terbiasa dengan kepercayaan bahwa seorang perempuan itu sudah diperjuangkan oleh para feminis untuk bisa memperoleh posisi yang lebih 'kuat' di masyarakat. Tapi gue juga percaya bahwa sebagai perempuan, dia juga memiliki 'hak' untuk membesarkan keluarga dan memberikan yang terbaik untuk keluarga yang dia cintai.

Gue percaya bahwa setiap orang punya hak untuk memilih, ingin jadi wanita karir, ingin jadi ibu rumah tangga, atau berusaha mengkompromikan antara keduanya. Dan udah banyak orang yang berusaha menjawab hal ini, bahkan menjalaninya, tapi bukan itu yang ingin gue sampaikan. Yang ingin gue sampaikan adalah, tentang pentingnya memiliki kesadaran untuk memilih.

Di dalam kebudayaan Indonesia, bahkan setelah 2-3 hari pulang pun, kesadaran untuk memilih memang bukan hal yang mudah, terutama ketika anak muda selalu dikelilingi dengan stigma harus menikah cepat (lebih awal lebih baik) dan bahwa perempuan itu gak perlu sekolah tinggi-tinggi atau kerja sukses-sukses, karena toh akhirnya menikah dan ada di 'balik' laki-laki. Ever since 3 years ago, I have never underestimate what marriage is, how tough it can be, how love can come and go (and apparently come back), and how huge the responsibility on being a parent is.

Ya, mungkin orang bisa mencibir gue bisa bilang begini karena gue masih single, tapi gue tetep merasa, untuk menikah itu pilihan (kita diskusikan ntar tentang masalah pilihan ini). Gue merasa bahwa setiap wanita butuh memperkaya dirinya sendiri untuk menjadi seorang wanita yang tegar, yang yakin akan keberadaannya di dunia itu adalah hal penting (bukan sombong, tapi menghargai diri sendiri), karena toh, dia harus menjadi mitra hidup laki-laki lain yang mudah-mudahan bukan orang sembarangan, toh?

Tumbuhnya karakter seseorang itu memang beragam caranya, dan pasti gak sama. Ada yang sekolah tinggi-tinggi, melihat dunia, bertemu beragam manusia, karakter, budaya, lalu ia mungkin bisa jadi manusia yang lebih baik. Ada yang harus mengalami rentetan ujian emosional dan belajar bangkit dalam proses perbaikan diri. Ada yang bekerja, mengenal karakter berbagai macam manusia, dan mengambil yang terbaik dari hal-hal yang dialami. Dan tidak menutup kemungkinan, menikah dan mengalami berbagai hal adalah proses pendewasaan dirinya.

Tapi gue ingin menekankan pentingnya proses pendewasaan pra-pernikahan. Pentingnya merasa nyaman hidup di bawah kulit sendiri tanpa harus mengubah hal-hal yang diharapkan oleh orang lain, tapi bukan murni keinginan diri sendiri. Seperti tuntutan untuk menikah hanya karena itulah (bagi sebagian orang) jalan terbaik untuk menjalani kehidupan. Jujur gue memang butuh disembuhkan dari skeptisisme gue tentang pernikahan, tapi gue percaya orang yang tepat akan membuat gue feel totally fine to walk with him in life, tapi itu akan merupakan keputusan yang diambil bukan karena 'sudah umur', 'belom tentu kesempatan lebih baik datang', atau karena semua tante yang lo punya, bahkan orang asing yang lo temuin di jalan, merasa lo setengah manusia hanya karena lo dah (cukup) berumur dan masih single! Seolah apapun pencapaian yang elu dapatkan sepanjang umur lo gak berarti apa-apa kalau lu single dan gak merasakan hidup berkeluarga.

Everyone of us, deserves to feel free, to feel that we make something in life. To know that we know who we are, what we want to do, and we try our best shot on them.

Untuk paragraf terakhir ini, gue terinsipirasi oleh banyak orang. Percakapan-percakapan yang gue lewati, pengalaman hidup yang gue lihat di manusia-manusia sekeliling gue, dll. Tapi menikah itu adalah karena lo menemukan orang yang bikin hati lo tenang. Karena lo menemukan orang yang bikin elu menjadi diri lu sendiri ketika dia ada. Yang menerima semua yang aneh, yang ajaib, yang normal, segala sesuatu yang ada di diri lu. Memang klise, tapi manusia terbaik untuk diri lu adalah yang bisa menerima lu apa adanya, vice versa. Dan orang bisa menikah untuk berbagai macam alasan lainnya, tapi semoga, ya Tuhanku sayang, kalau tiba waktunya buat gue, biarlah ini yang jadi alasannya. Dan biarkan ini juga jadi alasan buat dia. Let me choose to marry someone someday, just because nobody else in this world can be him. And let him choose me, because nobody else in this world can be me. Amin.


Friday, October 15, 2010

It's called living, honey!

Oke, this is for the couple of days which make me think and think and think.

People thought that all things must be done in the right time, and so they wait, they wait and they wait until 'pops', the moment's through.

Here what I shall say. There is no 'right time'. We make the 'right time'. We do it after some consideration, but we jump to the risk. If we wait, no time will be good enough. We make decisions in our life. We make things we thought couldn't happen, happen.

It's called living, honey!

Wednesday, October 13, 2010

Put it in the pocket, save it, save it.

Rasanya takjub sendiri, berada dalam posisi kurang lebih dua tahun setelah menyelesaikan that bloody draining relationship which I had, dan sampai pada apa yang gue rasakan saat ini. Gue punya kesulitan untuk mendefinisikan apa yang sebenernya terjadi saat itu, tapi setelah gue analisis beberapa kali, dan tadi malem diobrolin lagi bareng Aneta (plus contoh kasus di orang lain) mungkin gue bisa melihat hal ini dengan lebih objektif.

Bentuk hubungan antar manusia itu memang berbeda-beda. Dulu, yang gue alami itu kira-kira seperti ini. Si seseorang ini bilang kalau dia suka sama gue. Walaupun awalnya gue gak merasakan sesuatu yang lebih, tapi upayanya, kata-kata yang dia sampaikan, harapan yang dimunculkan di hati gue, akhirnya bikin gue jatuh sayang, dan voila, jadilah. Inilah anehnya, gue itu sebetulnya sudah beberapa kali baca hubungan yang sehat, baik dan benar itu seperti apa. Gue termasuk orang yang percaya dan yakin tentang diri sendiri, dan pentingnya untuk menjadi mandiri, untuk jadi perempuan yang berdiri di atas kaki sendiri, dst, dst.

Tapi yang terjadi adalah, gue akhirnya membangun diri gue di sekitar orang ini, dan dia menjadi pusat semesta gue saat itu. Horrific, isn't it? But trust me, it can happen, and it did happen. Efek buruk dari hubungan yang seperti ini sebetulnya simpel. You loose yourself. Hal paling penting yang lu lakukan adalah jangan sampai orang ini marah, atau kecewa sama apa yang lu lakukan. Gue entah bagaimana jadi mengiringkan diri gue berjalan di sepatunya, mengubah diri gue seperti dia, melakukan hal-hal yang gue tau dia suka, walau ketika itu selesai, gue sadar itu bukan gue sama sekali.

Scary huh? Gue kira, gue cuma sendiri. Tapi seiring perjalanan, terutama dua tahun belakangan, gue menyadari kalau bukan hanya gue yang mengalami hal seperti ini. Ini bukan masalah siapa yang salah, it takes two to build a relationship, but it also takes two to ruin it. Tapi, membuat orang lain menjadi pusat kehidupan lo adalah sebuah keputusan yang sangat salah. Paling mengerikan adalah ketika suatu hari lu sadar kalau lu gak kenal sama diri lu sendiri, plus orang yang lu kira bakal ada di sisi lu selamanya tiba-tiba mengambil jarak untuk kemudian beranjak lebih jauh. Imagine how world just crumbles then.

Yah, sejujurnya, gue pikir, mengalami memang lebih besar efeknya daripada sekedar tahu. Dan gue kalau disuruh memilih mau atau gak mengalami ini, gue akan tetap memilih untuk menjalaninya, walau efeknya gue musti nangis darah, lost my friends, those fights I hate to remember, feeling that strange sadness on my graduation day, tetep aja, akan gue jalani kalau memang gue butuhkan untuk membuat gue lebih dewasa secara emosional.

Setelah hubungan yang ini selesai, tiba-tiba, dunia jadi berubah rasanya. Ada begitu banyak emosi lain yang lupa gue rasakan. Kebaikan hati banyak orang yang terlewatkan. Tiba-tiba gue mengejar ketertinggalan, keterbelakangan mental gue selama dalam situasi itu. Ada sejumlah kegelisahan yang tiba-tiba menguap. Apa sih, yang harus gue khawatirkan? Apa sih maksud dari mencintai diri sendiri? Apa sih makna dari menyayangi orang-orang di sekitar lo? Belajar menjadi pendengar yang lebih baik. Belajar mengumpulkan kebahagiaan dari hal-hal sederhana, seperti bikin seorang temen bahagia udah didengarkan. Atau menikmati setiap momen yang bisa dinikmati, perjalanan Bremen-Hamburg dengan segelas kopi, novel dan playlist yang keren, cool egypt, jalan panjang dari city center ke rumah gue, hari-hari bermain dengan bu vita, aneta, alin, mbak dian, sambil ngobrol gak jelas, this thrilling feeling while writing. Oh my God. This ability to move forward is so rewarding!

Oya, bagaimana sebenernya perasaan cinta yang dulu itu selesai? Pertama yang pasti, gue minta sama Allah untuk disudahi kalau akhirnya buruk buat gue. Kedua, ada satu momen pencetus, dan bisa dialami beda-beda di tiap orang dimana tiba-tiba, perasaan sayang dan masih pengen balik itu tiba-tiba berubah 180 derajat, menjadi, yah awalnya, muak. Muak adalah titik ketika rasa sayang, semua perjuangan dan harapan tiba-tiba hilang. Dan tanpa lu sadari, hanya dalam beberapa waktu kemudian, yang bersisa adalah... indifferent. Gak berarti apa-apa lagi. Tiba-tiba lu bisa ngomongin, atau nulis kayak gini tanpa rasa beban, sedih, kemarahan dan luapan emosi lagi. Elu mengungkapkannya kembali hanya sebagai sekedar fakta yang elu tahu, yang seperti disebut di film-film, pelajaran buat diri lu.

Gue memang belum pernah ketemu orangnya lagi setelah kejadian yang dulu itu. Dan hal itu udah gak penting lagi, semua orang toh sudah menjalani hidupnya masing-masing (luar biasa sebetulnya bisa ngomong ini, kalau dibanding nangis durjana dua setengah tahun lalu! ;)). But I was just curious, what I will say. I would probably say thank you, thank you. Not in an ironic, or cynical kind of way. But honestly, I am so happy this day, that I also owe it to this old love story of mine, to help me understand this happiness I have right now.

If people ever wonder why God created us, this learning process that we experience during our lifetime, sure worth to be acknowledged by our souls.

Lega. :)

Tuesday, October 12, 2010

Why marriage.

I might sound sour by saying this. But really, you can't treat marriage as a competition. I have had this conversation with some really good friends who knows me and understand me well, so they know that it's not that I don't wanna be married, but it's just the fact of this road that I'm walking through is yet to have this special someone by my side.

And when I say that he's special, I mean it, with all my heart. The very reason I will say yes to that person, whoever he might be, would be based on the reason that he will fits me well. I can't really say it that well, but that's how I feel. It's not the most handsome, or the cleverest, or the richest, and all and all and all. Oh well, you fell in love with someone who makes you feel good, who makes you comfortable living under your own skin, whom you can have conversations which ends up after long abstract talk saying 'I understand what you mean'.

I mostly was joking around if I say 'So when's the date?' to a friend who already has a girl/boyfriend. But I always think that marriage is a big deal, which takes you into this moment of realization: I am absolutely ready to live by this particular man/woman. It takes that certainty.

Not because you're running out of time. Or the fact by the age of 60 you'd probably retired. Or maybe he's the best guy/girl in 'the market' and you might lose the chance. But you just find someone who cannot bore you in conversations, that you'd always come up with things to talk about, and if you need time to be just quiet sitting side by side, that's also fine. It's this similarity of emotion, of understanding each other's habits and fluctuations.

Oh well, it's just my ideal way in seeing life. People would say other things, of course ;)

*makes me really considering this simple, sacred wedding then big flashy ones -_-'

Monday, October 11, 2010

Efek Doa

Keinget tulisan tentang 'doa', tentang pendapat para kaskuser kalau susah nyari cewek yang dewasa, tentang perjalanan nun jauh ke desa nelayan kamis besok, tentang pulang ke Indonesia raya minggu besok, tentang perjalanan mencari seseorang yang akan bikin diri ini jadi versi terbaik dari diri sendiri...

I pray to God for making me strong
For not living me astray
That above all, despite all
doesn't He always stand by our sides?
Strengthen us when we're weak, reminded us when we're wrong?
What am I being fear about, when He is the one who holds my hand?

Nothing to fear about. Nothing at all.

Realization

Just read a friend's blog.
Realized, how easy life has been treating me. Shame on me if I nag about it.

Life is meant to be thankful for, every single moment. Every single amazing moment.

Sunday, October 10, 2010

Insecurity! Fly away!

Baru aja makan segelas es krim sama minum kopi, jam 8 malam. Untuk yang suka nanya 'Serius dietnya??' bisa gue nyatakan sehari ini cuma makan siang dua porsi kecil pizza, dan sisanya air putih dan kopi, jadi gak pa pa ya... :P

Gue gak biasa beli es krim, konten gulanya itu loh... tapi beberapa hari lalu bertamu ke rumah teman, bawa es krim, dan kulkas dia rusak, jadi gue disuruh bawa pulang sisanya, jadilah begitu situasinya... :P

Gue pikir, kadang diri ini sebegitu terbiasanya dengan 'diri sendiri'. Gue pernah nulis ini beberapa waktu lalu, pas ada kakak kelas/temen main ke sini, dan pas dia mau cabut pulang, dia bilang 'Fah, kamu tuh mandiri banget deh...'.

Dari latar sejarahnya ya memang terbiasa begitu... ibu gue selalu menekankan pentingnya gak bergantung sama orang lain kalau musti membereskan urusan-urusan. Sebisa mungkin kerjain dulu sendiri. Lalu, gue SMA di asrama, kuliah S1 beda kota sama ortu, S2 apalagi, malah beda negara. Dan kalau negaranya kayak Jerman begini yah... gak susah untuk hidup mandiri karena semua fasilitasnya ada (the cool ticket machine in the train station. gonna miss this part of Germany a lot! ;D).

(Lagi-lagi, ini masih intro tulisan...:P)

Gue biasa seperti ini, tapi pernah terjerembab ke gak asiknya ketergantungan. Apalagi kalau bukan karena cinta... hehehe... Mungkin karena gue ngerasa dimanjain dan diladenin, akhirnya gue jadi menuntut lebih, and as you can tell, the relationship itself failed. Many other lesson came out of that one, but as a whole, I am grateful for the experience. I won't delete it if I have the chance ;)

Masalahnya, salah satu hal penting dalam hubungan laki-laki dan perempuan adalah perasaan aman, secure. Lebih gampang kalau kita ngebahas antonimnya, insecurity yang biasa melanda ketika somehow kita merasa gak aman dengan hubungan kita. Bukan karena ancaman fisik, tapi lebih karena ketika si pasangan sibuk, kita ngerasa gak diperhatiin, atau khawatir setiap kali dia pergi entah dia ketemu cewek/cowok lain, dsb dsb.

Trust me, I've been there. Twice. It was such a disturbing feeling. Seeing the guy talking easily with other girls while being totally awkward to you (it's sweet in the beginning, but if it continues all the way like that, well yes, it's bothersome...). Your messages sent and not being replied which makes you send more and more, and disturb him more and more until it gets to his nerves and decided that you are too much in doing this.

Fact is, the healthy relationship will of course reciprocated, if you send a message that seems to be hoping for an answer, of course the other person should reply. Tapi gak bener juga untuk merongrong tiada henti ke pihak yang satunya lagi sementara dia memang sedang sibuk, atau apalah yang memang gak bisa diganggu. Dan, kalau dipikir-pikir, toh selama berpuluh tahun masing-masing manusia dalam pasangan hidup, toh mereka sudah membangun dan menjalani banyak hal, dan ya wajar kalau hidup itu masih dijalani walau harus dibagi juga sama seseorang yang baru. Tapi ya dalam kadar yang wajar...

So how to actually deal with it? Memang gue masih jomblo :P, tapi gue rasa toh orang yang tepat akan membalas panggilan hati lo dalam kadar yang tepat. Lu sendiri pastinya punya hal-hal yang harus lu kerjakan, hidup yang sudah lu bangun, dan rasanya gak bisa juga menjadikan orang lain sebagai pusat kehidupan lo. Gue lebih percaya, seseorang yang tepat buat diri lo, bakal berjalan seiringan, saling membutuhkan dalam kadar yang sehat, bahwa, seperti kata kakak kelas gue yang lucu 'jarak fisik itu gak masalah, yang penting jarak hati tetap deket.'

Di film Dan In Real Life, atau seperti di lagu Falling - Ant and Dec di jaman jadul, that perfect right person adalah:

What is it? That it's frustrating that you can't be with this person?
That there's something that putting you apart, that there's something in this person you can really connect with?
And whenever you're near this person, you don't know what to say and you say everything, that's in your mind and in your heart.
And then you know that if you can just be together, that this person will help you become the possible best version of yourself.

If you meet one like that, I mean come on. If you're already together, there's not much too worry, isn't it? Insecurity and all, just flew? Adds up with love experiences that you had, your own understanding of maturity, wouldn't that work out just fine? ;)

Saturday, October 2, 2010

Novel dan Atrikulasi Ide

A novel is an art of craftmanship. Ada banyak cara untuk menyampaikan ide dan khayalan yang elu kembangkan dalam pikiran, gimana membuat apa yang sebelumnya hanya ide jadi sesuatu yang bisa dideskripsikan dengan detail, believable, (sometimes) profound, dan membuat lo bisa melihat banyak hal dari sudut pandang yang berbeda.

Membaca novel pun adalah suatu proses. Lu mulai dari sesuatu yang mudah, atrikulasi ide-ide yang simpel dan gampang untuk dimengerti. Dulu gue sama adek gue suka baca buku-buku Enid Blyton di samping ratusan komik yang kita berdua punya ;) Buku-buku cerita yang simpel, tapi menstimulasi dan mengembangkan ide yang kita miliki. Membuka pemahaman baru atas hal-hal yang sebelumnya belum kita pahami.

I took it to the extreme. Waktu gue SMA, gue mulai suka belajar tentang ide-ide. Tentang sains, black hole, galaksi dan alam semesta, lalu muter balik ke arah bumi untuk belajar tentang Tao, sejarah dunia, sufisme, dsb. Waktu itu lagi masa-masa trend novel-novel islami. Dengan tawaran konsep yang berbeda tentang hubungan antar manusia. It was good, because I was living in a glass world in high school. I wasn't dealing with real life. With people being different.

And then, unprepared as I am, university happened. Exposure to differences, ideas, more polarized ideas... But I also found my oasis beneath that struggling. Unit gue di Salman dulu, Aksara. It was a time when I felt in love for real to novels. Awesome ones. Endless discussions on many stuff, try to rewrite other stuff, creatively creating ;)

Salah satu momen paling berharga adalah ketika baca beberapa buku berikut.
Sang Alkemis. Paulo Coelho.
My Name Is Red. Orhan Pamuk.
Misteri Soliter. Jostein Gaarder.
The Name of The Rose. Umberto Eco.
Ayat-ayat Cinta. Habiburrahman el (apa ya, lupa..).

Sang Alkemis adalah momen berharga, membantu gue untuk melihat dari perspektif berbeda. Kekuatan dari memiliki mimpi dan berjuang dalam mewujudkan mimpi. Ini didukung sama keberadaan Misteri Soliter. The wonderful world of phylosophy. Lalu ada The Name of The Rose, my first super lengthy novel. With extremely intricate details. Awful struggle on the first few chapters, but then it's worth ALL the fight. It's super enlightning, it helps you understand humor in a more profound way (SERIOUSLY!), suatu hari akan gue ulang bacanya :D Ayat-ayat cinta gue sebutkan juga karena perspektif gue berubah dua kali waktu baca itu. Mungkin karena pertama kali gue baca gue dalam proses jatuh cinta, jadi isinya terasa begitu sempurna dan mungkin. That such perfect guy exists. That no matter how strange a guy can behave (which correlates with his actual fatal flaw) you'll still be in love with him. Beberapa tahun kemudian ketika gue sudah selesai patah hati, perspektif gue ketika memahami buku ini sama sekali berbeda. Sampai gue pun memilih untuk gak nonton filmnya. :)

Tapi, untuk tema tulisan sekarang (which I took all around quite far already ;P) adalah konstruksi bahasa di My Name Is Red. Gue pernah mencoba baca sebelumnya, novel pemenang nobel lainnya, dan oh Mann, it was a terrible fight and I just can't get through. Dan gue membulatkan tekad, yang ini harus gue selesaikan apapun alasannya. Dan berjuanglah gue memahami alur, cara berbahasa, dan metafor yang dirajut begitu indah di dalamnya. Ketika selesai, gue terkesima bahwa manusia punya kemampuan berbahasa yang menakjubkan. Bahwa dunia kata-kata itu tidak sesimpel yang gue kira...

Buku ini jadi tonggak bersejarah, karena setelah itu, walau ada buku-buku lain yang sulit, tapi gue jadi menyadari banyak buku indah lainnya yang punya keindahan bahasa, ide yang sama sekali baru dalam perspektif gue, dan walaupun gak baru, rasanya menakjubkan karena ide tersebut bisa diungkapkan dalam kata-kata. Ketika sampai di Jerman, walau gue dulu baca beberapa novel dalam bahasa Inggris, gue jelas membutuhkan perjuangan tambahan untuk membuat diri gue pewe sama ritme bahasa yang berbeda. Nonton tv atau film jelas lebih mudah, tapi membaca novel?

Waktu itu gue inget ngebaca beberapa novel Jane Austen (yang toh gak ada terjemahannya dalam bahasa Indo), To Kill A Mockingbird, dan akhirnya ketemu sama beberapa novel paling mengena yang pernah gue baca. Home, Gilead, Catcher in the Rye, A Fraction of a Whole, dan setelah bertahun-tahun, Sophie's World jadi jauh lebih mudah dipahami... :))

It's not an end yet. Banyak rajutan bahasa lain yang ingin gue baca dan pahami. Kalau orang nanya jenis novel kesukaan gue, ya gue beneran bingung jawabnya. Gue gak bakal nolak dan pastinya gue suka novel misteri, terutama semua yang bu Agatha Christie tulis. Kadang gue suka novel-novel pop atau some very nice simple stories, Jodi Picoult, etc etc. Tapi ada beberapa novel yang kalau lu berhasil selesaikan, it'll take you to another level. And I'd challenge myself into those. My personal favorite are the ones who won or atleast got shortlisted for Booker, Orange, or some other writing prestigious awards. These people are real craftmen. They put words into meaningful and can even be profound stuff. You feel richer when you finish walking along these stories. You'd be glad to see this perspective ;)

My next ones in the list are (just because my other books are in boxes already):

We Need to Talk About Kevin
dan
We Need to Talk About Kelvin

One an orange winning fiction, the other is about popular science. We'll see ;)

Wednesday, September 22, 2010

Smitten by love!

Had a long discussion tonight with a very interesting friend. One who believes that things are explainable by a notion of maths. I do trust things is explainable by some natural law. I believe the way God create life itself must due to certain rules which when being break into simpler saying, is basically somehow, mathematics. That's why some said if God exist, thus He must be a mathematician :)

Anyway, the discussion was up to the point of feeling. It's corny to say, but basically how do you explain love?

I won't argue about whether it can be simplified by mathematics. Maybe I just don't believe it. But maybe it is. But, the thing is, when love happen, to interpret freely what I understood from the conversation, love is a miracle. It happens unexpectedly. It's this one momentum which you just can't deny, which leaves you sleepless, or at least absolutely thrilled by the next day. I remember the times love happen to me, and it has always been this swift moment when something usual become unusual. When something ordinary, just when super extraordinary.

And then you wake up, smiling, noticing, your heart was just taken. You just got smitten by love.

Isn't that amazing? Isn't that strong enough to prove that life is so much worth living? Isn't it why people always say, live life, live life?


My huge thanks. Here I share my heart in the conversation.

:)

Tuesday, September 21, 2010

Buku baru

Dikarenakan diskusi sama seseorang tentang sains murni dan tiba-tiba gue merasa butuh baca terjemahan Al Quran yang langsung menyeluruh (dan fakta bahwa gue gak pernah baca terjemahannya lengkap dari awal sampe akhir) beberapa hari lalu gue mesen terjemahan inggris, dari dua versi berbeda (untuk jadi pembanding aja sih).

Salah satunya, terbitan Oxford University Press, baru aja nyampe. Menarik karena formatnya kayak novel biasa, bahasanya lebih simpel (dan selalu bear in mind, bahwa merefer balik pasti harus ke bahasa aslinya, tapi untuk bisa baca Quran dalam terjemahan seperti ini, ketika lo g bisa bahasanya, ini menyenangkan) dan disusun per surat, perkalimat.

Lagi buka-buka, stumble upon kalimat berikut:

17:111

... He is not so weak as to need a protector. Proclaim his limitless greatness!

That is so true.

Sunday, September 19, 2010

Minggu pagi

Every once in my life, selalu ada khayalan yang pengen gue wujudkan. Tadi malem ngeliat katalog baru 2011 Ikea dan betapa gue gak sabarrrr pengen settle down 1-2 tahun (hahaha settle down macam apa ini cuma beberapa tahun!!!) dan ngebayangin my future apartment along with the details, colors dan berkat katalog, perabotnya. :P Studio satu kamar yang antara 'kamar tidur' ke ruang umum dibatesin sama lemari bolong2 buat naro buku dan benda-benda lucu. Terus ruang 'umum' yang dilapis karpet tebel sama bantal-bantel tebel dan meja kerja. Poster dan postcard dari tempat2 favorit, orang2 favorit dan film2 favorit. Foto lucu bareng nyokap, bokap dan adek. Foto lucu bareng alin, vita dan mbak dian. Foto lucu bareng aa, entah siapa dia gue belom tau :P

Minggu pagi, ketemu bu alin sama adik aniba di kafe deket rumah, makan muffin blueberry sama latte machiato. Watching the morning passes by. Ha haa XD

Happiness is never as simple and as comforting as this.


Saturday, September 18, 2010

Swept away

Kalau lagi nge-fans sama seseorang, kita punya kecenderungan untuk membangun konstruksi pribadi atas orang tersebut. Dan konstruksi pribadi itu cenderung dilengkapi sama segala tetek bengek yang membuat orang itu sempurna. Ada macam-macam jenis yang namanya 'nge-fans' atau mungkin dalam pemahaman gue adalah 'a simple crush'. Ada yang muncul karena biasa, dan inilah cinta buta, karena setiap tindak tanduk, senegatif apapun itu, kita selalu mencari pembenaran dan menimpali dengan kalimat 'menyayangi apa adanya'. Stuff that brings girls taking those cursed wrong choices most of the time ;)

Jenis 'crush' yang lain adalah karena admirasi. Atau bahasa lebih indonesianya (dan agak lebainya) keterpesonaan. Biasanya yang ini didukung oleh fakta lapangan yang cukup akurat, disadari cukup lambat (karena keterpakuan oleh sang cinta buta), dan sejuta ciri khas orang itu yang bikin seseorang bisa tersepona. Dan ini berbeda-beda dari tiap pribadi ke yang lainnya. Yang menyenangkan dari keterpesonaan adalah kemampuan manusia lain bikin hati lo literally berjuta-juta rasanya.

Kalau bisa diungkapkan dengan kata-kata, keterpesonaan akan terungkap dalam beberapa fase berikut. Situasinya adalah ketika si seseorang tersebut bahkan sekedar minjemin lo pulpen, bakal membuat lo merasakan:

My heart just got shot, up to cloud number nine.

My heart shines as the blue bright sky.

(the cliche phrase) I can die of happiness right in this moment.

I just got an energy booz. I can live for another week being happy.

Atau kayak lirik lagunya Sondre Lerche:

I like you so much after so little time :)

Manusia itu ketika harus hidup bersama, atau setidaknya menjalani sesuatu bersama, harusnya bakal menunjukkan 'kemanusiaannya'. Maksudnya, ketika keterpesonaan memperlihatkan wajah asli, dan realitas berjalan bersama lo, ketika kembali ke kehidupan day to day, seseorang gak akan sesempurna yang lo kira.

Tapi barangkali keterpesonaan punya peran. Bahkan segala tindak aneh dan hal yang awalnya bikin lo gemes dan kesel tiba-tiba jadi alasan jauh di dalam hati lo, 'justru karena elu yang ngelakuin, kok gue jadinya jadi makin sayang ya?'. dan tiba-tiba, keterpesonaan jatuh dalam bias cinta karena biasa.

But this is only about an admiration. And how that makes our days incredibly happy.

And yes, while it's happening, enjoy it fully. Even if he just borrow you a pen, or say hi to you in the morning while you passes by :)


Thursday, September 16, 2010

Trashing out old love story

Rasanya bagi gue, kesanggupan manusia untuk fall out of love selalu luar biasa. Seseorang yang bikin lo bahagia, bikin lo gak sabar untuk ketemu lagi, atau ngobrol lagi, dst dst, tiba-tiba the feeling is just lost dan ketemu orangnya lagi bahkan bikin lo bertanya-tanya, what did I actually see in this person?

Love surely got its gradual changes, especially when it's unrequited. Tapi pasti ada masa-masa ketika lo selalu ngerasa ada di roller coaster. Suatu saat lo pasrah kalo perasaan lo udah gak berbalas, dan lo dengan 'besar hati' berkata, 'cinta gue memang gak berbalas, tapi itu tulus'. Dan suatu kali lain ketika ada setitik super kecil 'harapan' (tergantung sepenuhnya pada cara lo menginterpretasi tentunya ;)) yang bikin lo menyuburkan kembali perasaan di hati lo. Cih, cinta gak berbalas itu rumit. Lu selalu gak tahu kapan harus maju terus atau berhenti sampai di situ.

Anyway, when it just SNAPS out of you, rasanya luar biasa bebas. Rasanya aneh karena lo pernah berdarah-darah menangis atau merasa durjana atau merasakan perlahan-lahan hati lo hancur karena orang itu memilih orang lain, dan tiba-tiba, lo merasa cukup (!) sama itu semua dan memutuskan untuk beranjak.

Apa kadang-kadang seringkali memang perasaan manusia itu egois ya? Kita merasa butuh seseorang padahal sebetulnya itu cuma kebutuhan dasar untuk diperhatikan. Kadang kita menuntut perhatian yang lebih padahal gak ada apa-apa di sana. Lucu bagaimana cinta bikin kita berbuat hal-hal yang bakal buat kita malu sendiri kalau mengingatnya :)

Tapi menyelesaikan hal-hal seperti ini rasanya seperti beberes tumpukan kertas di kamar. Lu tau tumpukannya ada di situ, tapi ngerapiinnya ya males luar biasa. Udah gitu dibiarin aja numpuk sampe berdebu, dan pas lo mau beresin, rasanya sayang, siapa tau masih butuh dsb. Tapi akhirnya lu putusin untuk beresin, dan ngebuang semua yang gak perlu. Ketika lo selesai, rasanya... lega.

:)

Pre Inter Post

Banyak banget foto-foto pra, inter ataupun post wedding. Yah, katanya, kekuatan pikiran digunakan untuk merubah hal-hal negatif menjadi positif. Jadi daripada menggerutu dan frustasi sendiri kenapa gue gak berada dalam posisi tersebut (which pop another question, why hurry?) lebih baik dibahas aja.... gimana serunya kalau gue bikin foto2 pra, inter atau post wedding tersebut.... hihihi...

Kemungkinan besar, kameramennya adalah adik gue yang lucu, ibu hanifah dan barangkali ibu vita juga. Kemudian, yang ngedandanin adalah ibu gue sendiri, dan penata gaya adalah ibu karlitos (XD). I hope that my future whoever that is, is a bit geek like me, jadi personally gue pengen foto-foto bodor dan konyol dengan gue baca buku dan dia sibuk belajar. Ihihihi... In any other case, we'd better think of something else then :P

Tapi kesan yang pengen muncul menurut gue adalah, it's a secure, comforting relationship. It's not just about romance, it's also being best of friends in good and bad. It's about taking and giving back. It's about being there, good and bad. (mungkin brarti foto gue atau dia bertampang jelek tapi tetep sayang. Hihihi...) It's also about being far and close is a matter of heart connection, so it's fine as long I can see him exist in the other line, or just to be able to listen to the voice (ini kayak salah satu adegan komik kesukaan gue).

Intinya adalah, romanticism is a fabulous thing. But I'm a biologist, so cut the crap and let's have a mature full of responsibility but yet lots of fun type of relationship. I hope, he'd be one who would tolerate or even better, being supportive about my habit of watching the simpsons while eating, menyanyi sepenuh jiwa kalo dengerin lagu-lagu jadulnya Dewa, I don't have too much to ask ;)

Dan lagi-lagi gue ngelantur dari topik tulisan :P

Friday, September 10, 2010

Sempurna

Why I always have the urge to write down my feelings after some small or big things happen in my life, I absolutely don't know why.

Setelah gue nulis note di facebook tentang 'To Be Surprised', tulisan tentang hidup yang gak terduga-duga, tiba-tiba aja salah sesuatu urusan yang sedang gue perjuangkan mulai memunculkan jalan terang. Out of nowhere, right on when I feel like this one is not gonna work out.

Untuk berjuang agar ini berhasil, gue butuh banyak nasihat, dan gue ngontak mentor gue di max planck dulu, pak Richard yang baik hati. Gue ngerasa banyak salah sama dia karena pas sidang tesis performansi gue gak sebaik yang gue kira, and I know it made him dissapointed. I should've done much better. Tapi beliau, masih ngebales email gue dengan semangat, padahal kata temen gue yang ngontak dia juga, bilang kalo emailnya gak dibales :P

Anyway, pas gue bilang gue butuh nasihat dia untuk urusan baru gue ini, dia bilang, bawa berkas-berkas gue dan tempat gue aplikasi, dan selasa besok kita duduk bareng dan ngediskusiin pelan-pelan gimana baiknya gue menghadapi wawancara ini.

I can just burst into tears.

Kalau gue pikir betapa banyaknya orang-orang berhati indah ini di sekitar gue, rasanya gue bisa jadi salah seorang manusia teruntung di dunia. Terlepas dari semua kebodohan, mischief, dan eror yang ada di diri gue, ada begitu banyak orang yang peduli dan siap jalan bareng-bareng gue menghadapi banyak hal.

Hidup itu sempurna karena ketidaksempurnaannya. Dan gue bersyukur atas semua itu. Semua hal kecil dan setiap hal besar :)

Thursday, September 2, 2010

Alhambra – Preambule

Alhambra – Preambule: "Alhambra atau bahasa arabnya ‘Al-Hamra’ secara literer berarti ‘Yang berwarna merah’. Tempat ini berdasarkan informasi ringkas dari Wikipedia dipakai untuk istana juga benteng pertahanan dimasa abad ke 14 ketika Spanyol selatan dikuasai oleh ‘orang-orang Moor’. Emir Granada, salah satu bagian Andalusia berkerajaan disini. Posisi istana ini sendiri ada di bukit Assabica, di atas kota Granada"

Wednesday, September 1, 2010

Cinta Tak Menang

Tulisan gue dah lolos ke ubud writer's fest 2010. Lolos gak nya ke Bali sih urusan lain, tapi seneng aja ada yang baca tulisan gue lagi :)

So, my dear friends, if you like it, do vote for it. Apalagi gue gak pernah ke Bali... :P

But you'd do me an honor if you read it :)

Tuesday, August 31, 2010

Reset!

Mari gue elaborasi sedikit kebodohan tipikal ala ulpeng.

Pertama, dari tadi siang gue nyiapin aplikasi sekolah ke Napoli. Nih lagi di bagian deskripsi tesis S1 sama S2, dah ditulis dengan rapih, mendetail dan mendalam. Dimintanya cuma sedikit sih, jadi keiisi 3/4 halaman. Sip.

Ah, liat twitter. Ngebuka halaman blog ubud writer festival. Waduh, kayaknya gak ribet cara ikutnya. Dan tulisannya pendek, cuma 350 kata. Ya udah deh, lagian ada cerita lagi nyetok di kepala, jadi kayaknya bisa kita tulis.

Dan voila, dalam satu jam, selesailah tulisannya. 347 kata. Judulnya, 'Cinta tak menang'. Submit dan tinggal nunggu apa tulisan ini lolos seleksi awal. Sekarang mari balik nyelesein tuh daftar sekolah.

Ups, nih microsoft word habis bikin cerpen barusan gue tutup aja deh. Close (yes). Are you sure? (Yes, I'm sure). Do you want to save changes? (No). Kan udah tadi.

.......Or have I?



Tidakkk!!!! Klik dua kali "Napoli app_ulfah mardhiah", kursor diturunin ke bawah sampe halaman deskripsi tesis....

MASIH FORMAT AWAL....

Ah Rabbi, memang hal beginian gue super dudul yak??



hihihi...

Facebook Down

facebook is down. which became a trending topic in twitter. just wanna write somethings they say in twitter just in case this shall be a historical moment ;)

J0hnB00th Facebook is down. I may not survive

Citizen_Society Facebook going down is the ultimate social experiment - how long will it take before civilisation goes crashingdown too...?

jacky65 Facebook is still down, my crops on FV beter not be dead, lol.

JibbaJabbaFool
Facebook is down. Suicide rates are through the roof. Twitter. I will never be with anybody but you m'lover.

Artisson #facebook down : la productivité en entreprise monte de 15%

haha... the modern world is such a funny place to look upon :D

Reasoning

first, reasoning behind.

why did i suddenly decide on making, or remaking my blogger website. multiply is fine by me. and i love my notes in facebook. but then again, it seems a little bit less personal. and i can't really say everything on facebook and multiply has lots of details outside of writing, so i want one focus on my favorite subject. writing.

it'll be about songs i love. unfinished short stories (it'll be unfinished, cause it'll be written in pieces depending on my mood). books i've finished. the strange thoughts of finishing a journey. falling out and then back into love. things i feel much much personal to be expressed in a blog rather than facebook.

aah the complexion of modern world. how come writing become so complex? Dickens wouldn't have any of these problems. he'd just write. i'm not gonna waste anymore time not writing these down.

and so i'll do the same. :)

Things You Think

Gotta stop nagging and waiting. Better do something, now! :)